kolmas Volume 1, Issue 1, Page 1-6, 2024
e-ISSN 0000-0000 (registering)
p-ISSN 0000-0000 (registering)
DOI 10.58920/kolmas0101210
Munir Alinu Mulki1, Mally Ghinan Sholih1, Marsah Rahmawati Utami1, Dewi Pratiwi Purba Siboro1
1Program Studi Sarjana Farmasi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Singaperbangsa Karawang.
Corresponding: munir.alinu@fikes.unsika.ac.id (Munir Alinu Mulki).
Antibiotik merupakan suatu senyawa atau zat yang diproduksi oleh mikroorganisme, terutama jamur, atau diproduksi secara sintetis, yang dipergunakan sebagai penghambat atau penghancur mikroorganisme lain dengan toksisitas yang relatif rendah terhadap manusia (1). Penggunaan antibiotik yang rasional adalah menggunakan obat tersebut dengan tepat, mempertimbangkan dampak dan penyebaran resistensi bakteri. Penggunaan antibiotik yang tidak tepat dapat menyebabkan resistensi antibiotik pada orang yang menggunakannya secara berlebihan, mengakibatkan bakteri menjadi kebal terhadap antibiotik. Resistensi antibiotik dapat disebabkan oleh ketidakpatuhan pada regimen terapi dan swamedikasi antibiotik (2). Menurut Kementerian Kesehatan RI, 92% masyarakat Indonesia tidak menggunakan antibiotik dengan benar (3). Kasus penggunaan antibiotik tanpa resep di apotek memiliki persentase yang cukup tinggi yaitu 75,9% (4). Studi lain juga menemukan bahwa 23.6% respondennya sering membeli obat tanpa resep dokter dan bahkan 3.4% diantaranya sering membeli antibiotik dengan frekuensi 2-3 per minggu (5).
Ketidaksadaran dan ketidakpahaman warga mengenai penggunaan antibiotik yang tepat sangat beresiko untuk kesehatan komunitasnya (6). Dengan membuat mikroorganisme yang ada pada dirinya kebal terhadap antibiotik maka ia akan menyebarkannya juga ke populasi masyarakat di sekitarnya, hingga akhirnya bisa mempengaruhi seluruh masyarakat dunia (7). Perasaan acuh dan anggap remeh dari masyarakat juga dapat di tularkan dari mulut ke mulut, baik melalui penyaranan oleh tetangga untuk pembelian antibiotik berdasarkan riwayat penyakitnya terdahulu atau melalui pencarian mandiri informasi di internet (8, 9). Untuk itu, penting untuk melakukan penyebaran informasi mengenai penggunaan antibiotik yang tepat secara merata dan berkala pada masyarakat. Penyebaran konten berupa poster, blog, atau video edukasi juga penting untuk dilakukan agar menutupi atau meluruskan informasi yang salah di internet.
Berdasarkan uraian sebelumnya, program penyuluhan bernama PITIK 2023 dilakukan sebagai salah satu upaya dalam mencegah terjadinya resistensi antibiotik. PITIK (Penyuluhan Informasi Tentang Antibiotik) 2023 merupakan program kerja yang dilakukan oleh sekelompok Mahasiswa Farmasi Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Singaperbangsa Karawang. Dilaksanakannya program kerja ini merupakan upaya dalam memenuhi tugas Mata Kuliah Farmakologi Lanjutan dan merealisasikan wujud pengabdian sesuai yang tertuang pada Tridarma Perguruan Tinggi yang ketiga, yaitu mengabdi kepada masyarakat dengan memberikan dan menerapkan ilmu pengetahuan, khususnya mengenai isu kesehatan tentang antibiotik. Dengan mengusung tema “WASPADA! Kebiasaan Buruk Penggunaan Antibiotik Menjadi Pencetus Resistensi” kami berharap pengetahuan dan pengalaman masyarakat dapat meningkat serta menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu diharapkan pengetahuan dan pemahaman yang sudah diperoleh dapat disebarluaskan kepada pihak lain.
Kegiatan PITIK (Penyuluhan Informasi Tentang Antibiotik) tahun 2023 mengangkat tema “WASPADA! Kebiasaan Buruk Penggunaan Antibiotik Menjadi Pencetus Resistensi”. Kegiatan ini dilaksanakan pada hari Minggu, 15 Oktober 2023 pukul 07.00 WIB sampai 11.00 WIB dan bertempat di Yayasan Gina Insani, Kampung Rawa Panjang, Gang Pemuda, RT 01/RW 05, Kelurahan Sepanjang Jaya, Kecamatan Rawa Lumbu, Kota Bekasi.
Sasaran kegiatan ini adalah masyarakat umum, dalam arti tidak membedakan golongan usia, pekerjaan, status sosial, tingkat pendidikan, jenis kelamin, ekonomi, dan lain sebagainya. Pendekatan yang dilakukan berupa interaksi langsung dengan peserta atau responden. Hal ini dilakukan untuk memperoleh data pengetahuan masyarakat dalam penggunaan antibiotik secara objektif dan terbuka. Metode penyuluhan dilakukan dengan pemaparan materi secara langsung (tatap muka), pembagian brosur, serta pemeragaan cara kerja obat antibiotik dengan alat peraga berupa air bersih, cairan pembersih luka, dan vitamin C yang sebelumnya sudah disesuaikan dengan tema yang telah diusulkan pada proposal, yaitu “WASPADA! Kebiasaan Buruk Penggunaan Antibiotik Menjadi Pencetus Resistensi”.
Tahapan dalam kegiatan PITIK diantaranya adalah, (a) Survei atau melakukan studi pendahuluan yang berkaitan dengan situasi dan pengetahuan masyarakat mengenai penggunaan antibiotik; (b) Menyusun konsep kegiatan, proposal, materi, buku saku, brosur, spanduk, sertifikat, dan hal lain yang diperlukan untuk kegiatan; (c) Memaparkan hasil survei kepada dosen pembimbing berupa proposal, serta melakukan bimbingan terkait konsep kegiatan, materi yang akan disampaikan kepada masyarakat, buku saku, brosur, spanduk, hingga sertifikat; (d) Mendatangi pihak RW, serta beberapa RT untuk melakukan perizinan berupa menyerahkan surat pengantar dan surat izin dari pihak instansi kepada pihak-pihak tersebut untuk melakukan kerja sama; (e) Melakukan persiapan, baik itu tempat, konsumsi, kursi, pengeras suara, dan properti lainnya yang dibutuhkan; (f) Melakukan pengumpulan warga dilanjut dengan registrasi; (g) Melaksanakan pembukaan serta sambutan dari pihak RW, beberapa RT, ketua Karang Taruna, serta Ketua Tim Pelaksana kegiatan; (h) Melaksanakan pre-test, dilanjutkan dengan pematerian, sesi tanya jawab, pemaparan alat peraga, dan pos-tes; (i) Melaksanakan sesi doorprize bagi peserta yang dapat menjawab pertanyaan, dilanjut dengan penutupan. Alur sederhananya dapat dilihat pada Gambar 1.
["Figure", "https://etflin.com/file/figure/202402240728181943266132.png", "Gambar 1. Alur pelaksanaan kegiatan penyuluhan penggunaan antibiotik yang rasional di Yayasan Gina Insani, Kampung Rawa Panjang, Gang Pemuda, RT 01/RW 05, Kelurahan Sepanjang Jaya, Kecamatan Rawa Lumbu, Kota Bekasi.", "", "100%", "1"]
["Figure", "https://etflin.com/file/figure/20240224072818791760300.png", "Gambar 2. Brosur yang dibagikan kepada peserta penyuluhan yang berisi cara kerja obat antibiotik.", "", "100%", "1"]
["Figure", "https://etflin.com/file/figure/20240224072818658757406.png", "Gambar 3. Situasi penyuluhan saat pembukaan kegiatan (kiri) dan saat melakukan post-test (kanan).", "", "100%", "1"]
Penilaian pemahaman peserta dilakukan dengan pre-test dan post-test dengan 10 pertanyaan yang sama. Pertanyaan tersebut mencakup definisi, cara kerja, efek samping, cara pembelian, dan cara penggunaan antibiotik yang tepat. Jawaban dari pertanyaan tersebut adalah setuju dan tidak setuju. Berikut 10 pertanyaan yang diberikan: 1. Antibiotik memiliki peran dalam membantu proses penyembuhan suatu penyakit akibat bakteri; 2. Obat antibiotik harus dihabiskan; 3. Penggunaan antibiotik dilakukan 3x sehari 1 tablet selama 8 jam; 4. Penggunaan antibiotik memiliki efek samping berupa menyerang organisme infeksius; 5. Antibiotik dapat dibeli tanpa adanya resep dokter; 6. Antibiotik dapat membunuh bakteri; 7. Virus dapat dibunuh dengan mengonsumsi obat antibiotik; 8. Parasetamol termasuk salah satu contoh obat dari antibiotik; 9. Obat antibiotik dapat digunakan secara bebas tanpa memandang umur dan berat badan; 10. Semua penyakit wajib menggunakan obat antibiotik.
Analisis yang digunakan yaitu analisis statistik inferensial. Data dari kuesioner yang disebarkan kepada peserta berupa data dalam skala ordinal terlebih dahulu. Skor atau nilai yang diperoleh ditransformasikan ke dalam skala Guttman. Data selanjutnya dianalisis dengan metode paired T-test menggunakan software RStudio.
Pengetahuan masyarakat tentang bagaimana meningkatkan kesadaran dan kebijaksanaan Masyarakat Kampung Rawa Panjang Kota Bekasi dalam penggunaan antibiotik rupanya masih memerlukan perhatian khusus. Pentingnya akan pengetahuan masyarakat mengenai penggunaan obat antibiotik disadari oleh banyaknya masyarakat yang belum mengenal dan memahami betul bagaimana cara mengkonsumsi obat antibiotik, serta masih banyaknya kekeliruan masyarakat terhadap bagaimana mendapat informasi dalam penggunaan obat-obatan tersebut (10). Dalam hal ini, perlu adanya kegiatan yang dapat mengedukasi masyarakat untuk menyadari pentingnya informasi-informasi seputar obat antibiotik, serta bagaimana mendapatkan informasi yang tepat untuk penggunaan produk obat-obatan tersebut. Oleh karena itu, dibentuklah sebuah kegiatan pengabdian kepada masyarakat untuk mengatasi permasalahan yang ada di lapisan masyarakat tersebut berupa penyuluhan. Penyuluhan yang dilakukan membahas seputar informasi penggunaan yang rasional, resistensi antibiotik, cara kerja obat antibiotik dengan menggunakan alat peraga, pembagian brosur kepada masyarakat, serta pengecekan kesehatan gratis. Brosur yang diberikan ke peserta dapat dilihat pada Gambar 2.
Pelaksanaan kegiatan penyuluhan dilakukan dua kali pengisian kuesioner, yakni pada kegiatan awal sebelum pemaparan materi (pre-test) dan sesudah pemaparan materi singkat penyuluhan (post-test). Hal ini bertujuan untuk mendapatkan perbandingan, apakah kegiatan penyuluhan yang dilakukan berpengaruh terhadap pengetahuan masyarakat atau tidak sehingga tolak ukur yang kami gunakan adalah berupa kuesioner (11). Situasi kegiatan penyuluhan ini dapat dilihat pada Gambar 3. Hasil yang diharapkan setelah berlangsungnya kegiatan penyuluhan yakni, masyarakat dapat dengan bijak menggunakan obat antibiotik yang sesuai dengan cara penggunaannya dan masyarakat diharapkan dapat memahami pentingnya menghabiskan obat antibiotik untuk cegah resistensi bakteri yang terdapat dalam tubuh kita (12).
Menurut KBBI, kuesioner adalah instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data atau informasi dari responden dalam bentuk pertanyaan tertulis atau berbentuk formulir (13). Kuesioner sering digunakan dalam penelitian ilmiah, survei, studi pasar, dan banyak konteks lainnya untuk mendapatkan pandangan, pendapat, atau data dari sejumlah orang atau kelompok. Kuesioner dapat berisi pertanyaan terbuka (yang memungkinkan responden memberikan jawaban dalam bentuk teks bebas) dan pertanyaan tertutup (yang memberikan jawaban tertentu yang harus dipilih oleh responden) (14). Pada kegiatan penyuluhan ini, kuesioner yang digunakan berupa pertanyaan tertutup dengan pilihan jawaban setuju dan tidak setuju.
Dalam penyuluhan ini, usia peserta diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu usia remaja (12-25 tahun), dewasa (26-45 tahun), dan lansia (46-65 tahun). Peserta mengikuti kegiatan dengan semangat dan aktif. Dari hasil pre-test yang telah dibagikan kepada masyarakat, ditemukan bahwa tingkat pengetahuan para peserta mengenai penggunaan antibiotik yang benar masih rendah. Warga dengan pemahaman yang kurang baik dalam penggunaan antibiotik mencapai 72.7%. Namun, kelompok tersebut didominasi oleh peserta lansia. Hal ini juga dikonfirmasi melalui post-test dimana nilai peserta lansia masih tidak berbeda signifikan. Ini dapat disebabkan oleh minimnya pengetahuan, kurangnya fokus, atau menurunnya daya tangkap saat diberikan materi penyuluhan (15).
["Figure", "https://etflin.com/file/figure/20240224072818584079860.png", "Gambar 4. Kategori pemahaman peserta penyuluhan pada (A) pre-test dan (B) post-test.", "Catatan: (*, p<0.01) menunjukkan perbedaan yang signifikan pada kelompok (A) dan (B).", "100%", "2"]
Peningkatan pengetahuan dan kesadaran dalam penggunaan antibiotik yang tepat lebih dominan terjadi di kelompok rentang usia remaja dan dewasa. Hal ini mungkin disebabkan karena mereka lebih lazim dan mudah menangkap informasi yang diberikan baik melalui pemaparan materi, pembagian brosur, dan konten informatif lainnya. Berdasarkan temuan tersebut, sangat dianjurkan untuk melibatkan lebih banyak peserta dari golongan rentang usia remaja dan dewasa (15). Persentase masyarakat dengan pemahaman yang baik meningkat signifikan dari 27.3% menjadi 93.9%.
["Figure", "https://etflin.com/file/figure/202402240728181507999911.png", "Gambar 5. Jumlah peserta dengan jawaban yang benar per soal pada pre-test dan post-test.", "", "100%", "2"]
Pada Gambar 5, dapat dilihat bahwa jawaban yang benar dari peserta meningkat khususnya pada beberapa soal seperti pada nomor 3 dan 5. Pertanyaan tersebut terkait dengan cara penggunaan dan pembelian antibiotik yang tepat. Pada pre-test, peserta kebanyakan berfikir bahwa semua antibiotik diminum dengan cara yang sama, yaitu 3 kali sehari tiap 8 jam. Selain itu, berdasarkan pertanyaan 5, mereka juga berfikir bahwa antibiotik dapat dibeli tanpa resep dokter. Namun, persepsi ini berubah signifikan setelah pemaparan materi, yang dinilai pada post-test. Begitu pula pada pertanyaan 7, 8, dan 9 yang terkait dengan target kerja antibiotik, contoh antibiotik, dan penentuan dosis antibiotik. Peserta menjadi lebih paham bahwa antibiotik tidak bisa digunakan untuk penyakit yang disebabkan oleh virus seperti influenza. Beberapa contoh antibiotik juga telah disampaikan, dan mereka memahami bahwa parasetamol bukan salah satunya. Dosis antibiotik juga berbeda pada tiap orang, baik berdasarkan usia dan berat badan. Peserta mulai memahami hal ini yang terlihat pada perubahan jumlah jawaban benar pada soal nomor 9. Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa kegiatan penyuluhan ini dapat membuat perubahan pemahaman masyarakat yang tidak patuh dalam penggunaan antibiotik secara tepat dan membuat masyarakat sadar akan dampak dari ketidakpatuhan penggunaan antibiotik tersebut (15).
Kegiatan penyuluhan ini telah terlaksanakan dengan baik, menilai dari peningkatan pemahaman dan kesadaran masyarakat yang lebih berhati-hati dalam menggunakan antibiotik agar tidak terjadi resistensi. Masyarakat remaja dan dewasa lebih mampu menerima dan menangkap informasi penting yang diberikan dimana kelompok dengan pemahaman yang baik mengenai definisi, cara kerja, efek samping, cara pembelian, dan cara penggunaan antibiotik yang tepat meningkat dari 27.3% menjadi 93.9% dan didominasi oleh golongan rentang usia remaja dan dewasa. Berdasarkan hasil yang diperoleh, kegiatan penyuluhan ini efektif dalam memperbaiki pemahaman warga dalam menggunakan antibiotik secara tepat dan bijak. Melalui kegiatan ini, diharapkan bahwa generasi penerus khususnya di Kampung Rawa Panjang mampu mengaplikasikan dan menyebarluaskan informasi yang diperoleh. Sosialisasi secara berkala juga sangat direkomendasikan agar pemahaman penggunaan antibiotik yang benar tidak terputus pada satu generasi saja.