Mengatasi Gelombang Plastik: Apa yang Membuat Orang Indonesia Menerima Larangan Plastik Sekali Pakai?
Temukan faktor utama yang memengaruhi bagaimana masyarakat di Jawa, Indonesia beradaptasi dengan larangan plastik sekali pakai. Pelajari tentang tanggung jawab lingkungan, tekanan sosial, penegakan hukum, dan lainnya dalam analisis mendalam kami.
Abd. Kakhar Umar
Wednesday, 12 March 2025

Dibuat dengan AI
Plastik sekali pakai (PSP), yang praktis tetapi sering dibuang sembarangan, menjadi penyumbang utama permasalahan lingkungan ini, berdampak pada kehidupan laut hingga komunitas kita.
Sebagai respons, perubahan mulai terjadi. Kebijakan untuk mengurangi penggunaan PSP telah diterapkan di berbagai wilayah di Jawa, meskipun implementasinya belum merata. Hal ini menciptakan situasi menarik untuk dipelajari: faktor apa saja yang benar-benar memengaruhi masyarakat dalam beradaptasi dengan aturan baru ini dan menjalani gaya hidup yang lebih berkelanjutan? Sebuah studi terbaru meneliti pertanyaan ini secara mendalam, menggali pikiran dan motivasi konsumen di Pulau Jawa. Mari kita telaah temuan mereka.
Faktor Pendorong Perubahan: Bukan Sekadar Aturan
Para peneliti menggunakan metode Exploratory Factor Analysis untuk mengidentifikasi tema utama yang membentuk perilaku konsumen dalam menghadapi larangan PSP. Mereka menemukan enam faktor utama yang menentukan apakah seseorang bersedia beradaptasi:
Kesadaran Lingkungan dan Kepuasan Pribadi. Orang yang merasa memiliki keterkaitan kuat dengan isu lingkungan dan mendapatkan kepuasan dari tindakan ramah lingkungan lebih cenderung meninggalkan plastik sekali pakai. Perasaan melakukan hal yang benar dan melihat dampak positif dari tindakan tersebut mendorong mereka untuk berubah.
Pengaruh Sosial: Tekanan Positif dari Lingkungan. Bahkan jika seseorang tidak terlalu peduli dengan lingkungan, mereka tetap dapat dipengaruhi oleh kebiasaan orang-orang di sekitarnya. Norma sosial, kebiasaan teman dan keluarga, serta rasa takut terhadap pandangan negatif dari masyarakat bisa mendorong mereka untuk memilih opsi yang lebih ramah lingkungan.
Penegakan Aturan dan Kepatuhan. Aturan lebih efektif jika ditegakkan dengan jelas. Studi ini menunjukkan bahwa regulasi yang tegas serta adanya konsekuensi bagi pelanggaran dapat meningkatkan kepatuhan masyarakat terhadap larangan PSP.
Dukungan Sosial dan Legislasi. Nilai-nilai sosial yang mendukung keberlanjutan, ditambah dengan kebijakan pemerintah yang pro-lingkungan, menjadi pendorong kuat dalam mengurangi penggunaan plastik sekali pakai. Ketika masyarakat dan pemerintah memiliki visi yang sama, perubahan menjadi lebih mudah terjadi.
Preferensi terhadap Produk Ramah Lingkungan. Ketika masyarakat memiliki akses terhadap alternatif ramah lingkungan, seperti tas dari bahan alami atau kertas, mereka lebih cenderung mendukung larangan PSP. Ketersediaan dan daya tarik opsi ini berperan penting.
Rasa Bersalah dan Malu. Emosi dapat menjadi pendorong kuat dalam perubahan perilaku. Rasa bersalah karena berkontribusi terhadap pencemaran plastik atau rasa malu karena tidak mengikuti aturan dapat memotivasi individu untuk lebih berkelanjutan.
Menariknya, studi ini juga mengidentifikasi dua kelompok konsumen yang berbeda:
"Pelaku Aksi Berkelanjutan": Mereka yang proaktif, merasa bertanggung jawab atas lingkungan, dan puas dengan tindakan berkelanjutan yang mereka lakukan. Kelompok ini sudah mendukung larangan PSP.
"Orang yang Digelayuti Rasa Bersalah": Kelompok ini merasa bersalah karena belum cukup berkelanjutan, tetapi belum sepenuhnya mengubah kebiasaan mereka. Mereka lebih mungkin terpengaruh oleh faktor eksternal.
Selain itu, penelitian juga menemukan bahwa faktor ekonomi, seperti tingkat pendapatan, dapat berpengaruh. Individu berpenghasilan rendah mungkin menghadapi kendala finansial dalam mengadopsi alternatif yang lebih ramah lingkungan.
Pelajaran dari Jawa: Menuju Masa Depan Bebas Plastik
Temuan studi ini memberikan wawasan berharga bagi para pembuat kebijakan, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Untuk mendorong adaptasi terhadap larangan PSP dan membangun budaya keberlanjutan, diperlukan pendekatan yang menyeluruh:
Edukasi dan Keterlibatan: Meningkatkan pendidikan lingkungan dapat menumbuhkan rasa tanggung jawab dan kepuasan dalam menerapkan praktik berkelanjutan.
Menjadi Teladan: Memanfaatkan pengaruh sosial dan norma komunitas dapat mendorong tindakan kolektif.
Penegakan Hukum yang Efektif: Mekanisme penegakan yang kuat serta komunikasi yang jelas mengenai regulasi sangat penting untuk memastikan kepatuhan.
Menyediakan Alternatif yang Terjangkau: Ketersediaan dan keterjangkauan produk ramah lingkungan sangat penting dalam mendukung transisi dari PSP.
Memanfaatkan Emosi: Menggugah rasa tanggung jawab pribadi dan perasaan bersalah atau bangga bisa menjadi motivator yang kuat.
Mengatasi Ketimpangan Ekonomi: Kebijakan harus mempertimbangkan hambatan finansial yang mungkin menghalangi individu berpenghasilan rendah untuk mengadopsi perilaku berkelanjutan.
Perjalanan untuk mengatasi pencemaran plastik bukanlah proses instan, melainkan perjalanan panjang. Pengalaman dari Pulau Jawa menunjukkan bahwa dengan memahami berbagai faktor yang memengaruhi perilaku konsumen, kita dapat merancang strategi yang lebih efektif dan inklusif untuk mengurangi plastik sekali pakai serta menciptakan masa depan yang lebih berkelanjutan.
Dikutip dari: Suhardono, S., Lee, CH. & Suryawan, I.W.K. Influence of adaptive management indicators on willingness to adapt to single-use plastic ban. Environ Econ Policy Stud (2025). https://doi.org/10.1007/s10018-025-00439-2