Home > Farmakokinetik > Prinsip absorpsi dalam farmakokinetik

Indonesia

Prinsip absorpsi dalam farmakokinetik


Pahami proses penyerapan obat dalam konsep farmakokinetik dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Bedakan antara absorpsi dan permeasi obat, serta tinjau rute pemberian, sifat obat, dan teknologi terbaru untuk absorbsi yang lebih optimal.

Abd. Kakhar Umar
Friday, 22 September 2023

Prinsip absorpsi dalam farmakokinetik

ETFLIN original image

Seperti yang sudah kita bahas pada bagian pengenalan farmakokinetik, bidang ilmu ini memiliki 4 ruang lingkup utama yaitu absorpsi, distribusi, metabolisme, dan eliminasi obat. Mari kita ulas satu per satu, dimulai dengan bagian absorpsi dahulu!

Apa itu absorpsi?

Absorpsi obat adalah langkah awal yang penting dalam perjalanan obat di dalam tubuh manusia. Proses ini menentukan seberapa cepat dan seberapa banyak obat yang mencapai aliran darah, yang nantinya akan didistribusikan ke seluruh tubuh melalui sistem peredaran darah.

Absorpsi obat merupakan proses penyerapan obat dari tempat pemberian (misalnya, mulut, kulit, usus) ke dalam aliran darah. Jadi perlu diingat bahwa proses absorpsi tidak hanya terjadi di pencernaan tetapi bisa dari jaringan mana saja, yang memungkinkan penyerapan obat dari jaringan tersebut ke dalam sirkulasi darah (Abdulrahman AA., 2023).

Setelah masuk ke dalam pembuluh darah, obat akan terdistribusi mengikuti ke mana darah mengalir. Jumlah obat yang masuk ke dalam pembuluh darah dan siap untuk memberikan efek terapi di jaringan target disebut bioavailabilitas. Topik ini di bahas lebih dalam pada bagian distribusi obat.

Tapi, obat yang dimasukkan ke beberapa jaringan lain seperti kulit, iris mata, dan otot kadang melalui tahap permeasi dahulu lalu mengalami proses absorpsi. 

Apakah itu permeasi dan apa istilah lain yang mirip dengan absorpsi?

Anda mungkin mengkaitkan absorpsi dengan istilah permeasi, tapi kedua istilah ini memiliki makna berbeda. Permeasi adalah proses melintasnya suatu material/obat melewati suatu pembatas (bisa berupa membran atau lapisan), tapi tidak melibatkan masuknya obat ke sirkulasi sistemik. Pembatas ini memisahkan dua kompartemen. 

Misalnya, anda menggunakan obat antinyeri transdermal (Fentanyl). Efeknya baru akan terasa ketika ia mencapai jaringan dermis. Untuk mencapai ke sana, ia harus melalui lapisan epidermis. Nah, proses perpindahan obat tersebut dari permukaan luar kulit melewati epidermis hingga sampai ke dermis disebut permeasi (Yan Gao, 2022). Lingkupnya hanya sampai di sini.

Ketika obat telah sampai di jaringan dermis, obat bisa saja diserap ke dalam sirkulasi sistemik. Pada bagian atau tahap ini disebutnya absorpsi karena obat masuk ke dalam darah.

Selain permeasi, anda juga mungkin bingung dengan perbedaan antara absorpsi dan adsorpsi? Apakah bedanya hanya di ab dan ad saja? Dalam materi farmakokinetika, kita akan lebih sering menggunakan istilah absorpsi, bahkan mungkin tidak akan mengungkit kata adsorpsi kecuali kita menyangkut pautkannya dengan sistem penghantaran obat. Hal ini dikarenakan istilah adsorpsi merujuk pada penyerapan permukaan, ini sering dipakai dalam pengamatan permukaan material. Kita akan membahas ini lebih dalam pada materi tegangan permukaan atau penggunaan humektan.

Ada juga yang mungkin bingung dengan penggunaan kata absorbsi dan absorpsi? Absorpsi berasal dari kata absorption dalam bahasa Inggris. Bentuk kata kerjanya adalah absorb atau absorbed, tapi ketika jadi kata benda (noun) maka disebut absorption. Untuk itu, kata serapan yang benar dalam KBBI adalah absorpsi (Kemendikbud), yang menerangkan suatu proses penyerapan.

Bagaimana obat diabsorpsi?

Penyerapan obat

Proses penyerapan obat pada tiap rute dan bentuk sediaan bisa berbeda, namun ke-empat tahapan ini pasti akan dilalui.

  1. Pelepasan obat (liberasi): Tahap awal dari absorpsi obat adalah pelepasan zat aktif dari bentuk sediaan obat, seperti tablet atau kapsul. Obat harus dilepaskan dari bentuk sediaan tersebut agar dapat diabsorpsi ke dalam tubuh.
  2. Pelarutan obat (disolusi): Zat aktif obat harus larut dalam cairan tubuh, seperti air lambung atau cairan usus, sehingga dapat diabsorpsi. Larutan obat yang dihasilkan dari proses pencernaan memungkinkan zat aktif untuk memasuki sel-sel epitel saluran pencernaan.
  3. Penetrasi sel epitel: Zat aktif obat harus melewati sel-sel epitel pada permukaan saluran pencernaan (seperti usus halus). Proses ini dapat melibatkan difusi pasif atau proses transportasi aktif.
  4. Penyerapan ke aliran darah: Zat aktif obat yang telah melewati sel-sel epitel akan diserap ke dalam aliran darah. Penyerapan ini memungkinkan zat aktif obat untuk didistribusikan ke seluruh tubuh melalui peredaran darah.

Fase Penyerapan

Absorpsi obat bisa melalui beberapa mekanisme, termasuk difusi pasif, difusi terfasilitasi, dan transport aktif.

  1. Difusi Pasif: Proses difusi pasif adalah metode penyerapan obat di mana zat aktif obat bergerak melintasi membran sel ke daerah dengan konsentrasi lebih rendah tanpa memerlukan penggunaan energi tambahan. Zat aktif obat menembus membran sel melalui saluran air atau melalui komponen lipid membran sel, memanfaatkan gradien konsentrasi yang ada. Difusi pasif tergantung pada perbedaan konsentrasi antara dua sisi membran sel, memungkinkan zat aktif obat untuk meratakan distribusi konsentrasinya hingga mencapai keseimbangan di seluruh sistem. Faktor-faktor seperti ukuran molekul, lipofilisitas, dan gradien konsentrasi memengaruhi kecepatan dan efisiensi proses difusi pasif.
  2. Difusi Terfasilitasi: Dalam difusi terfasilitasi, zat aktif obat juga berpindah melewati membran sel, namun dengan bantuan protein pembawa. Protein pembawa membantu memfasilitasi perpindahan zat aktif obat melintasi membran sel, memungkinkan penyerapan zat aktif obat dengan lebih efisien daripada difusi pasif. Difusi terfasilitasi bergantung pada ketersediaan protein pembawa dan memiliki kecepatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan difusi pasif karena adanya bantuan protein dalam memediasi pergerakan zat aktif obat.
  3. Transport Aktif: Transport aktif adalah jenis mekanisme penyerapan obat yang memerlukan penggunaan energi tambahan, biasanya berupa ATP (adenosin trifosfat). Dalam transport aktif, zat aktif obat diangkut melawan gradien konsentrasi, dari area konsentrasi rendah ke area konsentrasi tinggi, dengan bantuan protein transporter khusus. Proses ini memerlukan energi ATP untuk memompa zat aktif obat melewati membran sel, memungkinkan akumulasi obat di area tubuh yang diperlukan meskipun gradien konsentrasi tidak mengizinkannya. Transport aktif adalah mekanisme yang penting untuk pengambilan dan akumulasi zat aktif obat di jaringan dan sel-sel target.  

Apa saja faktor yang mempengaruhi absorpsi obat?

Sifat fisiko-kimia obat

  • Kelarutan: Obat harus berada dalam bentuk terlarutnya di cairan fisiologis tempat pemberian, atau setidaknya mencapai ukuran yang mampu diserap ke sirkulasi sistemik. Faktor ini memang tidak secara langsung mempengaruhi kemampuan obat untuk bisa diabsorpsi, tapi berkaitan dengan seberapa cepat obat tersebut tersedia untuk bisa diabsorbsi. Terkait ukuran yang dapat diserap ke dalam sirkulasi sistemik, partikel sebaiknya memiliki ukuran kurang dari 500 Dalton (Lipinski, Christopher A., 1997), bahkan untuk rute transdermal (Bos, Jan D., 2000).
  • Polaritas: Obat yang larut dalam lemak (non-polar) akan lebih mudah diabsorpsi daripada obat yang tidak larut dalam lemak (secara umum). Hal ini karena obat yang larut dalam lemak dapat menembus membran lipid dengan lebih mudah (jalur difusi pasif). Namun ada juga obat polar yang mudah diabsorpsi, melalui jalur transpor aktif dengan berikatan pada salah satu dari 400 jenis protein transporter yang ada di tubuh kita (Gergely Gymesi, 2023).
  • Ukuran molekul: Obat dengan ukuran molekul kecil akan lebih mudah diabsorpsi daripada obat dengan ukuran molekul besar. Hal ini karena obat dengan ukuran molekul kecil dapat menembus membran dengan lebih mudah. Ada lebih banyak jalur yang dapat dilalui obat berukuran kecil untuk bisa masuk melewati sel, mulai dari ukuran nano hingga micro. Baca: Jalur pengambilan obat ke dalam sel.
  • Muatan obat: Obat dengan muatan netral akan lebih mudah diabsorpsi daripada obat dengan muatan positif atau negatif. Hal ini karena obat dengan muatan netral tidak akan berinteraksi dengan muatan membran.

Formulasi obat

Seperti yang sudah diuraikan pada poin kelarutan, semakin cepat obat terlarut maka semakin cepat dan banyak yang tersedia untuk diabsorpsi. Beberapa jenis bentuk sediaan dapat mempercepat pemecahan dan pelarutan obatnya (kita sebut sediaan lepas segera atau immediate release), namun ada pula yang memperlambat (sediaan lepas lambat atau sustained release). Baca: Pengaturan pelepasan obat

Coba diimajinasikan, mana bentuk sediaan yang lebih cepat larut untuk zat aktif yang sama, apakah serbuk atau tablet? Tentu jawabannya adalah serbuk. Tablet memerlukan beberapa tahapan seperti disintegrasi, liberasi, kemudian bisa terdisolusi. Sedangkan serbuk, ia sudah siap untuk terdisolusi. Sehingga dalam kasus ini, serbuk akan lebih cepat masuk ke tahap absorbsi.

Situasi ini hanya komparatif pada zat aktif yang sama saja dan ditujukan pada rute yang sama. Jika zat aktif, rute, atau tempat absorbsinya berbeda, maka perbandingan bentuk sediaan tidak akan sesuai. Misalnya membandingkan bahan A (larut air, tidak berikatan dengan protein transporter, dan dibuat dalam bentuk serbuk) dan bahan B (larut lemak, permeabilitas baik, dibuat menjadi tablet). Walaupun bahan A cepat tersedia untuk diabsorbsi, ia lambat atau sulit untuk melewati membrane yang sifatnya lipofilik sehingga memperlambat proses penyerapannya. Sedangkan bahan B, ia lambat terlarut/terdisolusi. Namun ketika sudah terdisolusi, ia tidak memakan waktu lama untuk diserap ke pembuluh darah.

Melihat kekurangan dari kedua kondisi masing-masing (bahan A dan B), keduanya mungkin memiliki bioavailabilitas yang sama-sama rendah. Namun, ada banyak solusi formulasi yang dapat diterapkan, seperti menggunakan super disintegran, agen peningkat permeasi, surfaktan, polimer, liposome, modifikasi permukaan, dan lain sebagainya. Maka dari itu, formulasi obat sangat penting dalam memperbaiki bioavailabilitas obat.

Rute pemberian

Sudah jelas bahwa rute injeksi intravena akan memasukkan obat 100% ke dalam sirkulasi sistemik. Namun, ketika berbicara tentang rute lainnya, itu akan sangat bervariasi. Contohnya pada rute per-oral. Kondisi obat akan bergantung pada kekosongan lambung, pH lambung dan usus, waktu kontak obat, kecepatan gerak peristaltik usus, arus peredaran darah, aktivitas enzim pencernaan, bahkan flora normal usus juga berdampak pada kecepatan absorpsi dan bioavailabilitas obat.

Pada rute injeksi lain, seperti injeksi intramuskular dan subkutan akan sangat bergantung pada ketersediaan pembuluh darah dan laju aliran darah di area sekitar injeksi. Kurangnya cairan fisiologis di area tersebut mengurangi mobilitas obat sehingga sulit untuk mencapai pembuluh darah jika posisinya jauh dan jumlahnya rendah.

Kondisi fisik dan fisiologis pasien

Subtopik ini berkaitan dengan usia, jenis kelamin, ras, atau genetik individual. Pada bayi, sistem pencernaan mereka masih berkembang. Beberapa enzim dan flora normal di sistem pencernaan mereka belum optimal sehingga bisa mempengaruhi penyerapan obat. Pada lansia, kinerja sistem pencernaannya malah sudah menurun sehingga berdampak juga pada penyerapan obat.

Perbedaan jenis kelamin berkaitan dengan faktor hormon. Sebagai contoh, hormon estrogen pada wanita dapat mempengaruhi kecepatan absorpsi obat-obat tertentu. Hal ini juga dipengaruhi oleh penggunaan alat kontrasepsi.

Terkait genetika, lingkupnya sangat luas. Mutasi pada salah satu gen yang berperan dalam sistem pencernaan dapat membedakan laju absorpsi obat pada seseorang.  

Peran teknologi farmasi dalam meningkatkan absorpsi obat

Nanoteknologi

Nanoteknologi dalam pengantaran obat adalah platform kecil berukuran nanometer yang dirancang khusus untuk mengantarkan obat ke target tertentu dalam tubuh manusia. Ukuran nanometer memungkinkan nanosistem ini untuk menembus penghalang biologis yang lebih kecil, seperti membran sel, sehingga meningkatkan penetrasi dan absorpsi obat.

Dengan ukuran yang sangat kecil, ia dapat dengan mudah berpindah dari satu jaringan ke jaringan lain, bahkan menghindari sistem metabolisme.

Saking meningkatnya absorpsi dan bioavailabilitas obat, penggunaan nanoteknologi perlu mempertimbangkan toksisitas obat.

Prodrug

Konsep dari prodrug adalah mendesain suatu obat menjadi bentuk tidak aktifnya. Istilah aktif di sini adalah aktif secara terapeutik, artinya mampu memberikan efek. Awalnya memang didesain tidak aktif, tapi ketika masuk ke dalam tubuh ia akan dimetabolisme menjadi bentuk aktifnya.

Tujuan dari desain prodrug adalah untuk membantu beberapa obat yang dalam bentuk aktifnya memiliki masalah kelarutan, permeabilitas, dan stabilitas. Desain yang dimaksud di sini adalah mengubah struktur kimiawinya, baik dengan menambah, mengurangi, atau mengganti suatu gugus fungsi tertentu.

Optimasi formulasi

Seperti yang sudah dibahas pada poin sebelumnya, formulasi obat bisa sangat berdampak pada kelarutan dan absorpsi obat. Selain bentuk sediaan konvensional seperti tablet, kapsul, pil, sirup, dan lainnya, teknologi penghantaran terkini dapat meningkatkan penetrasi obat dan efisiensi penyerapan melalui mekanisme yang lebih canggih. Sistem penghantaran terkini termasuk nanopartikel, nano- dan mikro-enkapsulasi, misel polimer, liposome, dendrimer, fibers, dan lainnya.  

Tags:

Proses absorpsi obat perbedaan absorpsi dan permeasi faktor-faktor pengaruh absorpsi obat teknologi meningkatkan penyerapan obat

We Revolutionize Sciences, We Publish Sciences, We Are Scientist

ETFLIN

Become our peer-reviewer

Join us in shaping the future of scholarly research and making a meaningful contribution to academia.

Newsletter

Receive any update from us

Connect with us

Please reach us on our social media below.
ETFLIN Social ETFLIN Social ETFLIN Social ETFLIN Social ETFLIN Social ETFLIN Social
© 2015 - 2024 ETFLIN (Palu, Indonesia)