Home > Farmakokinetik > Prinsip distribusi obat dalam farmakokinetik

Indonesia

Prinsip distribusi obat dalam farmakokinetik


Artikel ini membahas prinsip distribusi obat dalam tubuh manusia, faktor-faktor yang memengaruhi, peran volume distribusi, dan pentingnya selektivitas obat dalam terapi yang efektif.

Abd. Kakhar Umar
Sunday, 24 September 2023

Prinsip distribusi obat dalam farmakokinetik

ETFLIN original image

Apakah itu distribusi obat?

Darah mengalir ke seluruh tubuh untuk mendistribusikan nutrisi dan molekul penting untuk menunjang kerja organ dan jaringan. Artinya, ketika obat masuk ke dalam sirkulasi darah, ia juga dapat mengakses bagian-bagian tersebut. Obat itu akan tersebar mengikuti aliran darah. Inilah konsep dari distribusi obat. 

Tapi perlu diketahui bahwa beberapa organ dan jaringan di tubuh kita memiliki pembatas yang 'ketat' sehingga hanya obat dengan sifat fisikokimia tertentu saja yang bisa melewatinya. Ini adalah sistem pertahanan dan pencegahan pada tubuh kita agar tidak sembarang molekul masuk ke area penting ini.

Organ dan jaringan yang memiliki pembatas ketat

Semua organ dan jaringan di tubuh kita memiliki permeabilitasnya masing-masing. Namun, di beberapa organ dan jaringan tubuh kita sangat sensitif terhadap perubahan kimiawi di sekitarnya maka mereka memiliki pembatas yang lebih 'ketat' untuk mencegah molekul tertentu agar tidak masuk. Organ dan jaringan tersebut diantaranya adalah:

Paru-paru (membran alveolus)

Paru-paru memiliki membran alveolus yang memisahkan rongga alveolus (tempat pertukaran gas) dari pembuluh darah kapiler. Membran ini memungkinkan pertukaran oksigen dan karbon dioksida, namun juga mencegah masuknya partikel dan mikroorganisme yang tidak diinginkan.

Saluran pencernaan

Berbagai bagian saluran pencernaan seperti lambung, usus halus, dan usus besar memiliki lapisan mukosa yang berfungsi sebagai membran pembatas. Lapisan ini mencegah zat-zat berbahaya atau patogen yang tertelan dari masuk ke dalam aliran darah secara langsung.

Hati (sel hati)

Hati memiliki sel-sel khusus yang membentuk membran dan berfungsi sebagai penghalang untuk mencegah zat-zat toksik atau molekul besar yang mencoba memasuki aliran darah.

Otot jantung (endotelium jantung)

Endotelium adalah lapisan sel yang melapisi pembuluh darah di jantung. Fungsinya adalah mengatur masuknya molekul dan zat-zat tertentu ke dalam jantung.

Otak (sistem saraf pusat)

Otak dilindungi oleh sawar darah-otak (blood-brain barrier) yang mengontrol dan membatasi akses molekul-molekul tertentu, termasuk beberapa obat, dari aliran darah ke otak.

Mata (kornea)

Kornea adalah lapisan transparan yang melindungi mata dan memiliki fungsi sebagai membran pembatas yang mencegah masuknya zat asing atau partikel besar ke dalam mata.

Sistem reproduksi (plasenta)

Plasenta berfungsi sebagai membran pembatas selama kehamilan, memisahkan aliran darah ibu dan janin, sehingga hanya zat-zat tertentu yang dapat melewati plasenta untuk mencapai janin.

Beberapa pembatas tadi berfungsi juga untuk mencegah obat yang ada dalam darah masuk ke area internal mereka. Namun, jika obat memiliki sifat fisikokimia tertentu maka ia dapat melewati pembatas-pembatas ini dan masuk ke organ tersebut.

Sebaiknya obat tersebar luas atau khusus ke organ/jaringan tertentu?

Ini pertanyaan yang menarik. Pada penyakit tertentu, kita ingin obat dapat mengakses seluruh bagian tubuh agar dapat bekerja dengan optimal, seperti pada penyakit infeksi sistemik atau autoimun. Alasannya adalah target kerja mereka berada di sebagian besar atau seluruh tubuh kita. Sedangkan pada kasus tertentu, seperti kanker, kita ingin obatnya hanya menargetkan organ atau jaringan tertentu saja.

Di dalam tubuh kita, satu jenis obat bisa bereaksi atau berikatan dengan banyak jenis biomolekul dan sel. Obat dengan sifat seperti ini bisa mempengaruhi banyak hal atau proses dalam tubuh. Efeknya bisa positif dan lebih seringnya negatif. Awalnya kita hanya ingin efek A, malah mendapatkan efek B, C, D, E, dan lainnya. Dalam bidang Farmakologi, ini disebut selektivitas obat. Obat dengan target kerja yang luas disebut tidak selektif.

Obat dengan target yang spesifik lebih baik karena terapinya lebih terkontrol dengan efek samping yang minim. Bayangkan saja jika obat kanker yang harusnya mematikan sel kanker saja, juga masuk ke jaringan lain, ia bisa merusak sel sehat juga. Untuk itu, arah pengembangan obat-obatan terkini mengedepankan selektivitas dan penghantaran tertarget.

Apakah semua kadar obat selalu mencapai tempat target terapinya?

Tidak, banyak obat yang kerjanya kurang baik karena hanya sedikit jumlahnya yang mencapai organ atau jaringan target. Seperti yang sudah kita bahas sebelumnya, fenomena ini disebut bioavailabilitas yang rendah. Hal ini bisa disebabkan oleh banyak hal, termasuk:

Sifat fisikokimia obat

  1. Kelarutan: Obat yang larut dalam lemak akan terdistribusi ke jaringan yang berlemak, sedangkan obat yang larut dalam air akan terdistribusi ke jaringan yang kadar airnya tinggi.
  2. Ukuran molekul: Obat dengan ukuran yang kecil akan mudah menembus membran sehingga lebih mudah untuk terdistribusi, namun sebaliknya pada obat dengan ukuran yang lebih besar akan lebih sulit untuk terdistribusi.
  3. Ionisasi dan sifat permukaan: Obat yang bermuatan dapat berinteraksi dengan muatan dipermukaan sel sehingga menghalanginya untuk menembus membran sel. Begitupula dengan sifat dari permukaan obat, jika disukai oleh reseptor permukaan sel, maka ia akan tertahan di sana.

Sifat fisikokimia obat lainnya secara tidak langsung akan masuk ke salah satu dari ketiga kategori di atas. Misalnya, koefisien partisi berkaitan dengan kelarutannya dalam lemak dan air, ini kembali lagi pada parameter kelarutan tadi. Begitu pula pada sifat kristalinitas, keasaman, dan lainnya.

Kondisi individual

  1. Massa lemak: Wanita cenderung memiliki massa lemak yang banyak dibandingkan dengan pria. Untuk itu, distribusi obat larut lemak seperti steroid akan lebih banyak di wanita.
  2. Massa otot: Pria cenderung memiliki massa otot yang banyak dibandingkan wanita sehingga obat yang larut dalam air seperti antibiotik akan lebih mudah terdistribusi ke jaringan otot pria.
  3. Perbedaan kadar hormon: Hormon dapat mempengaruhi metabolisme dan distribusi obat. Misalnya, estrogen dapat meningkatkan metabolisme obat tertentu, seperti warfarin, sedangkan progesteron dapat menurunkan metabolisme obat tertentu.
  4. Perubahan komposisi tubuh: Anak-anak memiliki persentase massa lemak yang lebih tinggi daripada orang dewasa. 
  5. Perubahan fungsi organ: Pada usia lansia, beberapa kerja organ sudah menurun, seperti ginjal dan hati. Penurunan fungsi tersebut menyebabkan metabolisme dan pengeluaran obat menurun, akibatnya obat lebih lama terakumulasi dan terdistribusi di dalam tubuh.  

Faktor vaskular

Sistem vaskular tubuh melibatkan jaringan pembuluh darah (arteri, vena, dan kapiler) yang membawa darah ke seluruh tubuh. Distribusi obat dalam tubuh sangat dipengaruhi oleh bagaimana obat diangkut melalui sistem vaskular ini.

Aliran darah

Aliran darah adalah faktor kunci yang mempengaruhi seberapa cepat dan sejauh obat dapat didistribusikan ke seluruh tubuh. Daerah tubuh dengan aliran darah yang tinggi akan menerima obat dengan lebih cepat karena obat diangkut dengan lebih efisien melalui sistem vaskular ke daerah-daerah tersebut. Misalnya, organ seperti jantung, otak, ginjal, dan hati memiliki aliran darah yang tinggi, sehingga obat-obat cenderung didistribusikan lebih cepat ke organ-organ ini. Logikanya, aliran darah ke organ-organ ini seperti jalan tol, sedangkan ke organ lainnya seperti jalan blok atau lorong.

Tekanan darah

Tekanan darah adalah kekuatan yang dihasilkan oleh jantung untuk memompa darah ke seluruh tubuh. Tekanan darah mempengaruhi distribusi obat dengan dua cara utama: 

  1. Perfusi jaringan: Tekanan darah mempengaruhi perfusi atau pasokan darah ke jaringan-jaringan tubuh. Daerah dengan tekanan darah tinggi akan memiliki perfusi yang lebih baik, yang memungkinkan distribusi obat yang lebih baik ke area tersebut. Sebaliknya, daerah dengan tekanan darah rendah mungkin mengalami distribusi obat yang lebih lambat.
  2. Absorpsi dan distribusi obat: Tekanan darah mempengaruhi absorpsi obat dan distribusinya ke seluruh tubuh. Tekanan darah yang optimal membantu obat untuk dengan cepat melewati membran sel atau barrier biologis dan masuk ke dalam peredaran darah.

Faktor organ dan jaringan

Permeabilitas jaringan

Permeabilitas jaringan mengacu pada kemampuan obat untuk menembus membran sel atau jaringan tertentu. Setiap jaringan memiliki tingkat permeabilitas yang berbeda terhadap berbagai jenis obat. Jaringan dengan permeabilitas tinggi akan memungkinkan obat untuk dengan mudah melewati membran sel-nya. Sebaliknya, jaringan dengan permeabilitas rendah akan membatasi distribusi obat.

Daya ikatan dengan protein darah

Daya ikatan obat mengacu pada seberapa kuat obat terikat pada protein dalam darah, terutama albumin. Obat-obat dalam darah yang terikat pada protein seperti albumin, akan terbatas pergerakannya. Agar dapat memberikan efek, obat harus dalam keadaan bebas, sehingga bisa menuju ke tempat target terapinya dengan lancar.

Obat dengan jendela terapi yang sempit seperti warfarin, ia terikat kuat dengan protein darah (>99%). Maka dari itu, penentuan dosisnya sangat diperhatikan. Jika ada obat lain yang dapat menggeser ikatan warfarin dengan protein darah dan diberi secara bersamaan, maka dampaknya akan sangat fatal. Warfarin dalam bentuk bebas akan berada dalam jumlah yang banyak sehingga menyebabkan pendarahan. Maka dari itu, obat dengan ikatan plasma darah yang tinggi tidak akan diberi bersamaan dengan warfarin. Hal ini juga terjadi sama persis pada obat digoksin.

Berbeda dengan warfarin dan digoksin yang mana obat-obat tersebut memiliki toksisitas yang tinggi, beberapa obat dengan toksisitas yang rendah dapat diberikan dalam dosis yang besar jika ikatannya dengan protein tinggi.

Selain ikatan protein plasma, salah satu tolak ukur penting dalam penentuan dosis obat adalah volume distribusi.

Apa itu volume distribusi? Apa pentingnya dalam dunia klinis?

Volume distribusi (Vd) adalah sebuah nilai yang mencerminkan sejauh mana obat terdistribusi atau tersebar di dalam tubuh. Ini adalah parameter farmakokinetik yang memberikan gambaran tentang distribusi obat di dalam tubuh, terutama dalam hubungannya dengan konsentrasi obat dalam plasma darah.

Logikanya seperti ini, tubuh kita kan terdiri dari cairan. Nah, volume distribusi adalah jumlah volume yang dicakup atau dikunjungi oleh obat dari total keseluruhan volume tubuh. Satuannya adalah volume dalam liter. Semakin besar volume distribusinya artinya semakin jauh obat itu tersebar dalam tubuh kita.

Setelah mengetahui definisinya, mungkin akan muncul pertanyaan, "lalu, apa perannya dalam bidang klinis?". Kita sudah tahu tentang bioavailabilitas obat, yaitu jumlah obat yang masuk ke dalam pembuluh darah dan mencapai tempat target terapinya. Obat agar dapat memberikan efek terapi, ia harus tersedia dalam kadar yang cukup di plasma dan tempat terapinya. Makanya, tiap obat punya ketetapan kadar minimum plasma yang dapat memberikan efek dan juga kadar maksimum plasma agar tidak bersifat toksik. Ini disebut jendela terapi.

Ilustrasi mengenai kadar efektif minimum, kadar toksik maksimum, dan jendela terapi dalam farmakokinetik

Dalam dunia klinis, kita ingin obat tetap berada dalam jendela terapi (kadar plasma yang optimal) agar efek yang dirasakan pasien bisa berlanjut secara terus menerus. Untuk mencapai kadar plasma yang optimal, jumlah dosis obat yang diberikan harus sesuai dan dapat dihitung menggunakan persamaan berikut:

Dosis obat = Kadar plasma obat / Volume distribusi obat

Nah, dari rumus di atas, peran volume distribusi sudah bisa terlihat. Ia digunakan untuk menentukan dosis dan kadar plasma. Jika kita sudah memiliki target kadar plasma obat yang optimal (misalnya 20 mcg/mL), maka dosis obat yang tepat dapat dihitung dengan memasukkan nilai volume distribusinya. Untuk itu, dalam bidang klinis, ukuran sejauh mana obat tersebar atau terdistribusi sangat penting untuk diketahui, dan dinilai dalam bentuk volume distribusi.

Cukup sekian dulu materi mengenai prinsip distribusi obat dalam farmakokinetik. Jika ada yang kurang atau ingin ditanyakan, silahkan berkomentar di bawah. Materinya akan selalu saya update. Terimakasih.

Tags:

Prinsip distribusi obat faktor-faktor yang mempengaruhi distribusi obat peran volume distribusi obat bioavailabilitas dan distribusi obat selektivitas dan permeabilitas obat terhadap distribusinya

We Revolutionize Sciences, We Publish Sciences, We Are Scientist

ETFLIN

Become our peer-reviewer

Join us in shaping the future of scholarly research and making a meaningful contribution to academia.

Newsletter

Receive any update from us

Connect with us

Please reach us on our social media below.
ETFLIN Social ETFLIN Social ETFLIN Social ETFLIN Social ETFLIN Social ETFLIN Social
© 2015 - 2024 ETFLIN (Palu, Indonesia)